đ»ââïž Kehidupan Politik Kerajaan Sunda
a Kehidupan Politik. Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan
Halo, Quiperrian! Pernah dengar kisah tentang Kerajaan Sunda? Kerajaan ini adalah salah satu kerajaan di nusantara yang punya jejak perjuangan yang sangat panjang. Bahkan, para rajanya tersebar dari berbagai macam kerajaan lain, lho. Hmm, penasaran banget kan, gimana kisah serunya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini ya, Quipperian! Sejarah Kerajaan Sunda Wilayah Kerajaan Bersatu Sunda dan Galuh. Sumber Merupakan kerajaan bercorak Hindu dan Budha yang pernah berdiri pada tahun 932-1579 Masehi. Letak geografis kerajaan berada di Barat pulau Jawa. Namun, menurut naskah Wangsakerta, kerajaan ini berdiri untuk menggantikan kerajaan Tarumanegara. Menurut sejarah yang beredar, Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan bagian barat Jawa Tengah merupakan daerah Kerajaam Sunda di masa lampau. Sementara menurut Naskah Kuno Primer Bujangga Manik, batas kerajaan Sunda ini berada di sebelah timur Provinsi Jawa Tengah yaitu Ci Pamali Sungai Pamali atau yang dikenal sekarang Kali Brebes dan Ci Serayu Kali Serayu. Pendiri dan Raja Kerajaan Sunda Candi Hindu Cangkuang, tempat pemujaan Siwa, dari abad ke-8 Kerajaan Galuh. Sumber Menurut Naskah Wangsakerta, sebelum berdiri menjadi kerajaan mandiri, Kerajaan Sunda berdiri menggantikan Tarumanagara. Raja Tarumanagara sendiri yang terakhir bernama Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi. Ia memerintah selama 3 tahun yaitu tahun 666-669 M. Ia menikah dengan Dewi Ganggasari yang berasal dari Indraprahasta. Pernikahannya dikaruniai dua anak perempuan yang bernama Dewi Manasih dan Sobakancana. Dewi Manasih menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sementara Sobakanca menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayas, pendiri kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman ini wafat, kekuasaan kerajaan turun kepada menantunya, Tarusbawa. Quipperrian, hal ini membuat penguasa Galuh yang bernama Wretikandayun memberontak dan akhirnya melepas diri dari Tarumanagara. Tarusbawa kemudian memindahkan kekuasaan ke Sunda, di hulu Sungai Pakancilan yang saat ini dekat dengan Bogor. Sedangkan Tarumanagara berubah tahtanya menjadi di bawah kekuasaan kerajaan Sunda. Beliau dinobatkan menjadi raja Sunda pada tahun 669 M. Setelah beliau wafat, Sanjaya berhasil menggabungkan Kerajaan Sunda dengan Galuh. Sanjaya sendiri merupakan cicit dari pendiri Kerajaan Galuh dan cucu dari Ratu Shima yang merupakan pemimpin Kerajaan Kalingga. Ia kemudian memimpin Kalingga dan mendirikan Kerajaan Mataram Kuno sekaligus Wangsa Sanjaya. Karena harus bertakhta di Kalingga, Sanjaya memberi kekuasaan Sunda pada puteranya yang bernama Rakeyan Panaraban. Namun, Sunda Galuh justru terpecah kembali. Hingga Panaraban akhirnya membagi kekuasaan pada kedua puteranya. Sang Manarah memegang Galuh dan Sang Bangga memegang Sunda. Berabad-abad lamanya, kedua kerajaan menjalani kehidupannya masing-masing. Hingga akhirnya kedua kerajaan bersatu kembali, berkat pernikahan Jayadewata yang mendapat gelar Sri Baduga Maharaja dari Galuh dengan Ambetkasih dari Sunda. Di bawah kepemimpinan Jayadewata, Kerajaan Sunda dan Galuh dikenal dengan Kerajaan Pajajaran Pakuan Pajajaran. Namun, sayangnya di tahun 1579, Kerajaan Pakuan Pajajaran harus mengalami masa keruntuhan. Kerajaan ini diserang oleh Kesultanan Banten yang membuat kerajaan ini harus mengakhiri riwayat panjang perjuangannya. Peninggalan dan Prasasti Kerajaan Sunda Babad Pajajaran. Sumber Kerajaan Sunda memiliki sejumlah prasasti dan situs yang ditemukan baik dalam keadaan masih maupun rusak. Bukti-bukti inilah yang menjadi dasar jejak kerajaan mulai dari wilayah kerajaan, ibu kota, hingga raja-rajanya. Berikut adalah jejak peninggalan Kerajaan Sunda di masa lalu, yaitu Babad Pajajaran Carita Waruga Guru Carita Parahiangan Kitab cerita Kidung Sundayana Berita asing dari Tome Pires tahun 1513 Berita asing dari Pigafetta tahun 1522 Prasasti Sanghyang Tapak di Sukabumi Prasasti Batu Tulis di Bogor Prasasti Horren Prasasti Rakyan Juru Pangambat Prasasti Kawali di Ciamis Prasasti Astanagede Tugu Perjanjian Portugis padrao Taman perburuan atau Kebun Raya Bogor. Silsilah Raja-Raja Kerajaan Sunda Karena kerajaan ini merupakan gabungan dari banyaknya kerajaan, raja-rajanya pun tersebar di berbagai wilayah. Berikut adalah rangkuman silsilah para raja Kerajaan Sunda 1 Salakanagara 2 Tarumanagara Berikut adalah beberapa rajanya Jayasingawarman 358 â 382 merupakan pendiri Tarumanagara dan merupakan menantu Dewawarman VIII. Di masa takhtanya, pusat pemerintah beralih dari Rajaputra ke Tarumanagara, Salakanagara kemudian diubah menjadi kerajaan daerah. Dharmayawarman 382 â 395 M. Purnawarman 395 â 434 M ia membangun kerajaan baru di dekat pantai bernama Sundapura. Di bawah kekuasaannya ada 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara sampai ke Purwalingga. Wisnuwarman 434-455. Indrawarman 455-515. Candramawarman 515-535 M. Suryawarman 535 â 561 M ia melanjutkan kebijakan politik ayahnya yaitu Candrawarman dengan memberi kepercayaan pada banyak raja daerah untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Ia juga mengalihkan perhatiannya pada bagian Timur kerajaan. Kertamawarman 561 â 628. Sudhawarman 628-639. Hariwangsawarman 639-640. Nagajayawarman 640-666. Linggawarman 666-669. Tarusbawa 670 â 723 menantu Linggawarman dan berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa. Sanjaya 723 â 732 menantu dari tarusbawa dan cicit dari Wretikandayun. Tamperan Barmawijaya 732 â 739. Rakeyan Banga 739 â 766. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766 â 783. Prabu Gilingwesi 783-795 menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang. Pucukbumi Darmeswara 795-819 menantu Prabu Giling Wesi. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891. Prabu Darmaraksa 891 â 895 adik ipar Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus. Windu Sakti Prabu Dewageng 895 â 913. Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucuk Wesi 913-916. Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa 916-942 menantu Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa 942-954. Limbur Kancana 954-964. Prabu Munding Ganawirya 964-973. Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung 973 â 989. Prabu Braja Wisesa 989-1012. Prabu Dewa Sanghyang 1012-1019. Prabu Sanghyang Ageng 1019 â 1030, berkedudukan di Galuh. Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati 1030â â 1042. Darmaraja atau Sang MoktĂ©ng Winduraja 1042 â 1065. Langlangbumi atau Sang MoktĂ©ng Kerta 1065 â 1155. Rakeyan Jayagiri Prabu MĂ©nakluhur 1155 â 1157. Darmakusuma atau Sang MoktĂ©ng Winduraja 1157 â 1175. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175 â 1297. Ragasuci atau Sang MoktĂ©ng Taman 1297 â 1303. Citraganda atau Sang MoktĂ©ng Tanjung 1303 â 1311. Prabu LinggadĂ©wata 1311-1333. Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa 1333-1340. Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350. Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa 1350-1357 gugur dalam Perang Bubat. Prabu Bunisora 1357-1371. Prabu Niskala Wastukancana 1371-1475. Prabu Susuk Tunggal 1475-1482. JayadĂ©wata atau Sri Baduga Maharaja 1482-1521. Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535. Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543. Prabu Sakti 1543-1551. Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579. Masa Kejayaan Lukisan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Sumber Berdasarkan sumber naskah Carita Parahyangan, tidak semua raja yang memimpin itu membawa kejayaan, Quipperian. Setidaknya, tercatat ada 4 raja yang membawa Kerajaan Sunda pada masa keemasan. Keempat raja itu, ialah 1. Sang Lumahing Kreta Raja yang satu ini memimpin selama 92 tahun lamanya. Keberhasilannya dimungkinkan karena Lumahing dianggap senantiasa memegang teguh pada perbuatan utama. Ia sangatlah tegas dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga sesuai dengan aturan dan hukum kerajaan yang berlaku. 2. Rakeyan Darmasiksa Rakeyan memerintah kerajaan selama 150 tahun. Keberhasilannya membawa kerajaan pada puncak kejayaan disebabkan karena mengamalkan Sanghyang Siksa dan berpegang teguh pada Sanghiyang Darma. Inilah yang menyebabkan terpenuhinya kebutuhan seperti sandang pangan yang disimbolkan dengan Sang Rama, agama, kesehatan yang disimbolkan Sang Disri, tradisi leluhur yang disimbolkan Sang Resi, dan perdagangan atau pelayaran yang disimbolkan Sang Tarahan. 3. Prabu Niskala Wastu Kancana Memerintah kerajaan selama 104 tahun, Prabu Niskala juga berhasil membawa kerajaan pada masa kejayaan. Ia berhasil memenuhi dan mengendalikan empat aspek kehidupan yaitu sandang pangan, agama dan tradisi leluhur, perdagangan, dan kesehatan. Melalui prasasti Kawali Ciamis juga, ia memperindah Keraton Surawisesa dan membangun parit di sekeliling kota. 4. Sri Baduga Ia berhasil memerintah kerajaan selama 39 tahun yang pusatnya saat itu berada di Pakuan Pajajaran. Ia berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan karena setia kepada keaslian dan kebiasaan leluhur. Tidak hanya itu, ia juga membebaskan beberapa desa dari tuntutan membayar pajak bagi kepentingan keagamaan. Langkahnya ini mencerminkan perhatiannya pada keagamaan dan tradisi leluhur. Pada masanya, hak itu menjadi perhatian utama dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Prasasti Batutulis bahkan mengungkapkan upaya Sri Baduga untuk melaksanakan pembangunan ibu kota, dari jejak-jejaknya yang bisa dilacak hingga saat ini. Sri Baduga membuat hutan-hutan lindung, mengeraskan jalanan dengan batuan, mendirikan gunung-gunungan, membuat telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya, dan membuat parit di sekitar Pajuan Pajajaran. Kehidupan Politik dan Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda ini memiliki sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Takhta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada para keturunannya. Namun, jika si raja tidak memiliki keturunan atau anak, maka yang akan menggantikannya adalah salah seorang raja yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan. Untuk kehidupan ekonomi kerajaan ini, para pedagangnya sudah bisa melakukan transaksi perdagangan dengan pedagang asing dari kerajaan lainnya seperti Sumatra, Jawa Tengah, Makassar, dan Malaka. Kegiatan perdagangan tersebut didukung dengan adanya pelabuhan-pelabuhan milik Kerajaan Sunda. Komoditas yang diperdagangkan yaitu lada, hewan ternak, sayuran, buah-buahan, dan beras. Selain dari sektor perdagangan, mereka juga mengembangkan sektor perdagangan seperti berladang. Watak masyarakat Sunda yang senang berpindah ini terlihat dari kegiatan berladangnya. Untuk itulah, mengapa ibu kota kerajaan juga sering berpindah-pindah. Susunan masyarakat berdasarkan Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, kelompok ekonomi mereka terbagi menjadi Pahuma petani ladang Penggembala Pemungut Pajak Mantri Pandai besi Bhayangkara dan prajurit Kelompok cendekiawan dan rohani Maling, begal, dan copet Quiperrian, itulah tadi pembahasan sejarah tentang kerajaan Sunda tentang peninggalan, letak geografis, prasasti, pendiri, raja, masa kejayaan, silsilah kerajaan, sistem pemerintahan, kehidupan politik, kehidupan ekonomi, dan masa keruntuhan. Belajar sejarah itu sebenarnya asyik kok, asalkan penyampaian materinya juga menyenangkan. Nah, kamu bisa belajar bareng Quipper Video, nih. Belajar sejarah bakalan bikin kamu enjoy dan having fun banget deh. Makanya, biar enggak penasaran, buruan subscribe ya! [spoiler title=SUMBER]
Sejarahkitacom, Kehidupan Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya Kerajaan Banten - Sekitar tahun 1526, Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam terbesar kala itu melakukan penaklukan di kawasan pesisir barat Pulau Jawa. Kerajaan Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda.
Sejarah Kerajaan Sunda / Pasundan, Peninggalan, Wilayah, Raja, Masa Kejayaan dan Runtuhnya adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang terletak di bagian Barat pulau Jawa provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang, antara tahun 932 dan 1579 Masehi. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno KERAJAAN SUNDA dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Kerajaan Sunda 669â1579 M, menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda 669 M. Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16, yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali âSungai Pamaliâ, sekarang disebut sebagai Kali Brebes dan Ci Serayu yang saat ini disebut Kali Serayu di Provinsi Jawa Tengah. Tome Pires 1513 dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental 1513 â 1515, menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut âSementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk.â Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Makalah Kerajaan Malaka Sejarah Dan Peninggalan Serta Pendirinya Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi memerintah hanya selama tiga tahun, 666â669 M, menikah dengan DĂ©wi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. DĂ©wi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun 612â702 memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri. Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka kira-kira 18 Mei 669 M. Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati, penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. Tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan lain-lainnya tidak punah siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Asal Mula Kerajaan Pajajaran Sunda Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah pada tahun 923 dan pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut, rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya lagi dipimpin oleh Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka memiliki derajat kedudukan yang sama. Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400 masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai dengan keruntuhan masa pemerintahan Prabu Kertabumi atau Brawijaya ke lima, sehingga ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang mengungsi ke ibu kota Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat. Wilayah ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala. Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan kerabat dari Prabu Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah seorang putrinya. Tidak sampai di situ, Raja Dewa Niskala juga mengambil istri dari salah seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya, pernikahan antara Raja Dewa Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja Susuktunggal karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-Galuh dengan keturunan Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini ada sejak peristiwa Bubat. Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan antara Susuktunggal dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua kerajaan menyarankan jalan perdamaian. Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk penguasa baru sedangkan Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang merupakan putra dari Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal. Jayadewata yang telah menjadi penguasa bergelar Sri Baduga Maharaja memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan ke dua kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab itu, lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa. Sumber Sejarah Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan bangsa asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai wilayah kerajaan dan ibukota Pakuan Pajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru. Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti Prasasti Batu Tulis, Bogor Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi Prasasti Kawali, Ciamis Prasasti Rakyan Juru Pangambat Prasasti Horren Prasasti Astanagede Tugu Perjanjian Portugis padrao, Kampung Tugu, Jakarta Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan Berita asing dari Tome Pires 1513 dan Pigafetta 1522 Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Banten Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Masa Kejayaannya Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Kehidupan Politik Kerajaan Sunda Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya. Akibat sumber-sumber sejarah yang sangat terbatas, aspek kehidupan politik tentang Kerajaan Sunda/Pajajaran hanya sedikit saja yang diketahui. Aspek kehidupan politik yang diketahui terbatas pada perpindahan pusat pemerintahan dan pergantian takhta raja. Secara berurutan pusat-pusat kerajaan itu adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan Pajajaran. Kerajaan Galuh Sejarah di Jawa Barat setelah Tarumanegara tidak banyak diketahui. Kegelapan itu sedikit tersingkap oleh Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal dibuat oleh Sanjaya sebagai tanda kebesaran dan kemenangannya. Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna. Dalam kitab Carita Parahyangan juga disebutkan nama Sanjaya. Menurut versi kitab Carita Parahyangan, Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Pusat Kerajaan Prahajyan Sunda Nama Sunda muncul lagi pada Prasasti Sahyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang daerah Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka 1030 M, berbahasa Jawa Kuno dengan huruf Kawi. Nama tokoh yang disebut adalah Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwanaman-daleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, sedangkan daerah kekuasaannya disebut Prahajyan Sunda. Pusat Kerajaan Kawali Pada zaman pemerintahan siapa pusat Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, menurut prasasti di Astanagede Kawali, diketahui bahwa setidak-tidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala Wastu Kancana pusat kerajaan sudah berada di situ. Istananya bernama Surawisesa. Raja telah membuat selokan di sekeliling keraton dan mendirikan perkampungan untuk rakyatnya. Pusat Kerajaan Pakwan Pajajaran Setelah Raja Rahyang Ningrat Kancana jatuh, takhtanya digantikan oleh putranya, Sang Ratu Jayadewata. Pada Prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai yang kini menjadi Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada Prasasti Batutulis Sang Jayadewata disebut dengan nama Prabu Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Sejak pemerintahan Sri Baduga Maharaja, pusat kerajaan beralih dari Kawali ke Pakwan Pajajaran yang dalam kitab Carita Parahyangan disebut Sri Bima Unta Rayana Madura Suradipati. Menurut kitab Carita Parahyangan, raja menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab hukum yang berlaku sehingga terciptalah keadaan aman dan tenteram, tidak terjadi kerusuhan atau perang. Daftar Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja 1482 â 1521, bertahta di Pakuan Bogor sekarang Surawisesa 1521 â 1535, bertahta di Pakuan Ratu Dewata 1535 â 1543, bertahta di Pakuan Ratu Sakti 1543 â 1551, bertahta di Pakuan Ratu Nilakendra 1551-1567, meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf Raga Mulya 1567 â 1579, dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari PandeglangMaharaja Jayabhupati Haji-Ri-Sunda Rahyang Niskala Wastu Kencana Rahyang Dewa Niskala Rahyang Ningrat Kencana Sri Baduga MahaRaja Hyang Wuni Sora Ratu Samian Prabu Surawisesa dan Prabu Ratu Dewata. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Sejarah Kerajaan Aceh Raja Pendiri, Peninggalan, Masa Kejayaan Dan Kehidupan Politik Kehidupan Sosial Kerajaan Sunda Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut. Kelompok Rohani dan Cendekiawan Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang mengetahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun. Kelompok Aparat Pemerintah Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah negara, misalnya bhayangkara bertugas menjaga keamanan, prajurit tentara, hulu jurit kepala prajurit. Kelompok Ekonomi Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis pelukis, pande mas perajin emas, pande dang pembuat perabot rumah tangga, pesawah petani, dan palika nelayan. Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang, sehingga sering berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi atau prasasti. Candi yang paling dikenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda. Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda. Kehidupan Budaya Kerajaan Sunda Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan tarumanegara. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede Kawali â Ciamis ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan. Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Sejarah Kerajaan Singasari Awal Berdiri, Silsilah Raja, Masa Kejayaan Wilayah Kekuasaan dan Historiografi Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16, yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, Batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali âSungai Pamaliâ, sekarang disebut sebagai Kali Brebes dan Ci Serayu yang saat ini disebut Kali Serayu di Provinsi Jawa Tengah. Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda. Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana GedĂ©, Kawali, Ciamis. Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun 1371-1475. Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan Prabu Susuktunggal, yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum daerah asal Sunda. Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama 1382-1482, sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur. Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana Prabu DĂ©waniskala, yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh 1475-1482. Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan JayadĂ©wata putra Ningratkancana dengan Ambetkasih putra Susuktunggal. Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh JayadĂ©wata, yang bergelar Sri Baduga Maharaja. Sapeninggal JayadĂ©wata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535, kemudian Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543, Prabu Sakti 1543-1551, Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567, serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579. Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh. PadrĂŁo Sunda Kalapa PadrĂŁo Sunda Kalapa 1522, sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Rujukan awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka 536 Masehi . Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai berikut Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda. Beberapa orang berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka 932 Masehi karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era Kerajaan Tarumanagara 358-669 AD . Prasasti Sanghyang Tapak Terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Tanggal prasasti ini diperkirakan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun 952-964 saka 1030 â 1042AD. Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73 Cicatih, D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti menurut Pleyte Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 1030 M, bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua. Prasasti Batutulis Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor. Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Raja-Raja Kerajaan Sunda Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah PangĂ©ran Wangsakerta waktu berkuasa dalam tahun Masehi 1. Tarusbawa menantu Linggawarman, 669 â 723 2. Harisdarma, atawa Sanjaya menantu Tarusbawa, 723 â 732 3. Tamperan Barmawijaya 732 â 739 4. Rakeyan Banga 739 â 766 5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766 â 783 6. Prabu Gilingwesi menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 â 795 7. Pucukbumi Darmeswara menantu Prabu Gilingwesi, 795 â 819 8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon 819 â 891 9. Prabu Darmaraksa adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 â 895 10. Windusakti Prabu DĂ©wageng 895 â 913 11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi 913 â 916 12. Rakeyan Jayagiri menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 â 942 13. Atmayadarma Hariwangsa 942 â 954 14. Limbur Kancana putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 â 964 15. Munding Ganawirya 964 â 973 16. Rakeyan Wulung Gadung 973 â 989 17. BrajawisĂ©sa 989 â 1012 18. DĂ©wa Sanghyang 1012 â 1019 19. Sanghyang Ageng 1019 â 1030 20. Sri Jayabupati Detya Maharaja, 1030 â 1042 21. Darmaraja Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1042 â 1065 22. Langlangbumi Sang MoktĂ©ng Kerta, 1065 â 1155 23. Rakeyan Jayagiri Prabu MĂ©nakluhur 1155 â 1157 24. Darmakusuma Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1157 â 1175 25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175 â 1297 26. Ragasuci Sang MoktĂ©ng Taman, 1297 â 1303 27. Citraganda Sang MoktĂ©ng Tanjung, 1303 â 1311 28. Prabu LinggadĂ©wata 1311-1333 29. Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa 1333-1340 30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350 31. Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357 32. Prabu Bunisora 1357-1371 33. Prabu Niskalawastukancana 1371-1475 34. Prabu Susuktunggal 1475-1482 35. JayadĂ©wata Sri Baduga Maharaja, 1482-1521 36. Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535 37. Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543 38. Prabu Sakti 1543-1551 39. Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567 40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579 Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Sriwijaya Sumber Sejarah, Raja, Peninggalan, Masa Kejayaan Dan Keruntuhannya Peninggalan Kerajaan Sunda 1. Prasasti Cikapundung Prasasti ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para peneliti dari Balai Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut. Batu prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan âunggal jagat jalmah hendapâ, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung. 2. Prasasti Pasir Datar Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi pada tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya. 3. Prasasti Huludayeuh Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang â Cirebon. Penemuan Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September 1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991. Isi Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksa dan berbahasa Sunda Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. Begitupun permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. Fragmen prasasti tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan negrinya. 4. Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan SundaâKerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk âRaja Samianâ maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda. Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat sekarang Jalan Cengkeh dan Groenestraat Jalan Kali Besar Timur I, sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta 5. Prasasti Ulubelu Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun 1936. Meskipun ditemukan di daerah lampung Sumatera bagian selatan, ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru Siwa, Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh. 6. Prasasti Kebon Kopi II Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan Sunda-Galuh ini ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan peninggalan kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang âRaja Sunda menduduki kembali tahtanyaâ dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I Prasasti Tapak Gajah. 7. Situs Karangkamulyan Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar. Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Demak Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Masa Kejayaannya Lengkap Masa Kejayaan dan Keruntuhan Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Kejayaan Masa-masa di mana Kerajaan Pajajaran mengalami kejayaan adalah pada saat pemerintahan Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaha. Bahkan sampai sekarang masa keemasan Prabu Siliwangi masih teringat di hati rakyat Jawa Barat. Sri Baduga Maharaha pada masa kejayaannya membangun sebuah telaga besar yang dia beri nama Maharena Wijaya. Selain itu, dia juga berhasil membangun sebuah jalan yang menghubungkan antara ibu kota dengan wilayah Wanagiri. Dari sana Sri Baduga Maharaha membangun banyak aspek Spiritual seperti menyarankan agar kegiatan-kegiatan agama dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, dia juga membangun asrama para prajurit, kaputren, tempat pagelaran, memperkuat benteng pertahanan, merencanakan dan mengatur masalah upeti, dan menyusun peraturan atau undang-undang kerajaan. Semua kegiatan dan pembangunan yang dilakukan oleh Sri Baduga Maharaha ini terukir di dalam dua buah prasasti bersejarah yaitu prasasti Batutulis dan Prasasti Kabantenan. Di sana di tulis tentang bagaimana Sri Baduga Maharaha membangun seluruh aspek kehidupan kerajaannya. Sejarah tersebut pun diceritakan dengan pantun dan kisah Babad. Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Keruntuhan Tercatat bahwa Kerajaan Pajajaran ini runtuh pada tahun 1579. Keruntuhan Pajajaran lebih banyak disebabkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh Kasultanan Banten. Selain itu, keruntuhan ini ditandai oleh tahta atau singgasana Raja yang disebut Palangka Sriman Sriwacana dibawa oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kerajaan Pajajaran ke Kraton Surosowan. Pemboyongan singgasana raja ini dilakukan sebagai tradisi sekaligus sebagai tanda bahwa tidak mungkin ada raja baru lagi yang bisa dinobatkan di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, Maulana Yusuf lah yang berkuasa di wilayah-wilayah Kerajaan Sunda. Jika Anda menengok bekas Kraton Surosowan di Banten, maka Anda bisa melihat terdapat reruntuhan Palang Sriman Sriwacana yang telah diboyong oleh Maulana Yusuf. Reruntuhan batu tersebut di sebut oleh masyarakat Banten sebagai Watu Gilang yang berarti berseri atau mengkilap. Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari
.